Secara historis, Bahasa Bali mengenal tiga periodisasi yaitu :
1. Bahasa Bali Kuna adalah Bahasa Bali yang dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman raja-raja Bali Kuna sebagaimana ditemukan dalam prasasti-prasasti Bali Kuna.
2. Bahasa Bali Tengahan adalah Bahasa Bali yang dipakai untuk menuliskan karya-karya sastra seperti kidung-kidung, babad, wariga, usada, usana, niti dan sebagainya. Selain itu, Bahasa Bali Tengahan juga disebut Bahasa Bali Kawi.
3. Bahasa Bali Kapara atau Bahasa Bali Lumrah adalah Bahasa Bali yang masih hidup sampai sekarang ini yang dipakai sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Bali periode yang terakhir ini yang dalam pemakaiannya memiliki sistem tingkat-tingkatan dalam bahasa yang disebut dengan Sor Singgih Basa Bali.
Semoga Bermanfaat.
Sabtu, 26 Desember 2015
Kekeliruan Penggunaan Sor Singgih Basa Bali
Kekeliruan penggunaan sor singgih basa Bali
1. Kata: melihat-ninggalin-ngantenang-nyingakin
Masyarakat Bali sering sekali menggunakan kata nyingakin dalam berbicara kepada sesama...dengan harapan halus dalam penggunaan, padahal sesungguhnya mereka meninggikan diri sendiri disebabkan kata nyingakin merupakan basa alus singgih yang pemakaiannya diperuntukan pada wangsa yang lebih tinggi seperti golongan brahma ( Ida Bagus) dan golongan ksatria (Anak Agung). Maka dari itu semestinya memakai kata ngantenang ketika berbicara dengan wangsa yang lebih tinggi karena kata tersebut termasuk kedalam basa alus sor sehingga ada tingkatan yang benar dalam penggunaan sor singgih basa Bali.
2. Kata: mendengar-ningehang-miragi-mireng
Begitu juga halnya dengan kata mireng yang sering sekali diucapkan oleh masyarakat Bali ketika berbicara dengan teman maupun orang tua, padahal semestinya kata miragi lebih tepat di gunakan ketika berhadapan atau berbicara terhadap wangsa yang lebih tinggi, tetapi kenyataannya yang paling fatal adalah kata tersebut di gunakan pada sesama wangsa bawah. Padahal sudah jelas kata ningehang, miragi dan mireng memiliki fungsi yang berbeda. Seperti contoh: kata ningehang di gunakan terhadap sesama umur, wangsa, pendidikan atau sering disebut dengan bahasa andap (basa sehari-hari), kata miragi digunakan untuk diri sendiri ketika berhadap atau berbicara dengan wangsa yang lebih tinggi sedangkan kata mireng diperuntukan kepada wangsa yang lebih tinggi. Seperti contoh:
Titiang durung miragi, ratu peranda sampun mirengang.
Dan masih banyak contoh yang lainnya. Semoga bermanfaat.
Jumat, 25 Desember 2015
Penjelasan ringkas tentang Pura Indrakila
Lokasi Pura
Pura Indrakila terletak di sebuah perbukitan di Desa Duasa, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang berjarak 40 km dari Kota Bangli ke arah utara menuju Singaraja.
Pengempon Pura
Pura ini merupakan Pura Kahyangan Jagat dan diempon oleh anggota warga dari dua Desa Dinas yaitu Desa Dinas Dausa yang terdiri atas Desa Duasa, Desa Lateng dan Desa Ceningan. Dan Desa Dinas Sastra yabg terdiri atas Desa Satra, Desa Sanda, Desa Tanah Embul, Desa Tanah Gambir, Desa Bantang Kedis dan Palah serta Desa Kembang Sari.
Sebagaimana layaknya dengan pura-pura Kahyangan Jagat lainnya di Bali, Pura Indrakila juga disiwi atau disungsung oleh Umat Hindu dari Seluruh Bali.
Piodalan di Pura Indrakila
Piodalan berlangsung tiap-tiap tahun sekali, bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat yang dikenal dengan Ngusaba Kapat. Upacara piodalan di pura tersebut dipuput oleh Pemangku Pura sesuai dengan tradisi kuno dan sering nyejer selama sebelas hari.
Tataletak Pelinggih-Pelinggih di Pura Indrakila
Pura Indrakila memiliki tata letak pelinggih-pelinggih yang ada di Utamaning Mandala, sangat berbeda dengan tata letak pelinggih-pelinggih Pura lainnya di Bali. Pura Indrakila tampak seperti pura kembar karena pelinggih-pelinggih yang ada di sebelah kanan dan sebelah kiri pura simetris. Selain itu karena jenis dan jumlah beanggunannya yang persis sama dan sebangun.
Pura Indrakila terletak di sebuah perbukitan di Desa Duasa, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang berjarak 40 km dari Kota Bangli ke arah utara menuju Singaraja.
Pengempon Pura
Pura ini merupakan Pura Kahyangan Jagat dan diempon oleh anggota warga dari dua Desa Dinas yaitu Desa Dinas Dausa yang terdiri atas Desa Duasa, Desa Lateng dan Desa Ceningan. Dan Desa Dinas Sastra yabg terdiri atas Desa Satra, Desa Sanda, Desa Tanah Embul, Desa Tanah Gambir, Desa Bantang Kedis dan Palah serta Desa Kembang Sari.
Sebagaimana layaknya dengan pura-pura Kahyangan Jagat lainnya di Bali, Pura Indrakila juga disiwi atau disungsung oleh Umat Hindu dari Seluruh Bali.
Piodalan di Pura Indrakila
Piodalan berlangsung tiap-tiap tahun sekali, bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat yang dikenal dengan Ngusaba Kapat. Upacara piodalan di pura tersebut dipuput oleh Pemangku Pura sesuai dengan tradisi kuno dan sering nyejer selama sebelas hari.
Tataletak Pelinggih-Pelinggih di Pura Indrakila
Pura Indrakila memiliki tata letak pelinggih-pelinggih yang ada di Utamaning Mandala, sangat berbeda dengan tata letak pelinggih-pelinggih Pura lainnya di Bali. Pura Indrakila tampak seperti pura kembar karena pelinggih-pelinggih yang ada di sebelah kanan dan sebelah kiri pura simetris. Selain itu karena jenis dan jumlah beanggunannya yang persis sama dan sebangun.
Unik, perayaan natal di Bali
Pemandangan tak biasa dalam perayaan natal di Bali terlihat di Banjar Tuka, Kecamatan Kuta Utara, Badung Bali. Tampak deretan penjor menghiasi gerbang pekarangan rumah warga di Banjar Tuka. Selain hiasan penjor, gereja juga dihiasai oleh gebogan. Gebogan adalah rangkaian berbagai macam buah yang disatukan dalam satu tempat dan biasanya digunakan dalam upacara umat Hindu di Bali.
Kami mengucapkan selamat hari raya Natal dan Tahun baru 2016. Semoga kita semua selalu dalam perlindunganNya.
Kami mengucapkan selamat hari raya Natal dan Tahun baru 2016. Semoga kita semua selalu dalam perlindunganNya.
Sinopsis Gaguritan Sandyaka
Pada gaguritan sandyaka, dikisahkan di desa
Babayem tinggal seorang wanita keturunan bangsawan bernama Dyah Cedarasmi,
karena sering berhubungan intim dengan banyak lelaki, akhirnya hamil dan
melahirkan anak laki-laki yang begitu tampan bernama sandyaka. Setelah dewasa, sandyaka
bertanya mengenai ayahnya, ibunya pun tidak mau berterus terang di mana dan
siapa ayah sandyaka sebenarnya. Sandyaka terus mendesak ibunya, agar mau
memberitahukan siapa ayahnya, dalam keadaan terdesak, akhirnya ibunda sandyaka mengatakan siapa dan di mana
keberadaan ayahnya.
Berdasarkan saran dari ibunya, akhirnya
sandyaka berhasil menemukan orang
tuanya, ternyata sandyaka memiliki
tiga orang ayah. Ayah yang paling tua ditemui, tetapi menolak dan mengusirnya.
Lalu didatangi ayah yang kedua, juga tidak mau mengakui sandyaka sebagai putra. Selanjutnya, didatangi ayah yang ketiga,
ternyata juga mengalami nasib yang sama. Setelah ditolak oleh ketiga ayahnya, sandyaka pulang menemui ibunya dalam
keadaan kesal dan berlinang air mata. Berangkat dari pengakuan ayahnya, sandyaka pun memutuskan untuk pergi
menjelajahi negeri. Sebelum pergi, ibunya menyarankan agar sandyaka menemui orang tuanya, kemudian sandyaka mendatangi ketiga orang ayahnya. Ayah paling tua ditemui,
diberikan nasehat dan sebuah keris, selanjutnya ayah kedua didatangi,
memberikan seperangkat kain dan langsung dipakai oleh sandyaka. Sedangkan ayah yang ketiga didatangi, hanya memberikan
nasehat-nasehat, agar dapat menjalani
kehidupan dengan lebih baik.
Setelah berpamitan terhadap orang
tuanya, kemudian sandyaka berangkat
untuk menjelajahi negeri, sudah tujuh hari diperjalanan, akhirnya sampai di
perbatasan, yang disebut dengan kerajaan negeri Kali. Kemudian, sandyaka bertemu dengan patih Legapati,
melihat sikap rendah hati dan ketampanan sandyaka,
patih Legapati mengajak untuk tinggal bersama. Setelah beberapa hari
tinggal bersama paman patih, sandyaka langsung
diajak untuk bertemu dengan Baginda Raja. Dalam pertemuan, Baginda Raja dengan
senang hati menerima sandyaka tinggal
di Kerajaan. Setelah lama tinggal di kerajaan Kali, sandyaka diajak ke tempat peraduan ayam, oleh Baginda Raja. Pada
saat itu, sandyaka disuruh untuk
mengambil taji di gedong timur, ternyata melihat permaisuri Raja sedang
berzinah dengan Banyak Sangsaya, putra dari patih Legapati. Untuk menutupi kelakuannya,
permaisuri mengadu kepada Baginda Raja bahwa dirinya telah diperkosa oleh sandyaka. Mendengar hal itu, Baginda
Raja menjadi sangat marah dan berkeinginan untuk membunuh sandyaka secepatnya. Baginda Raja berpikir dalam hati dan menemukan
cara untuk membunuh sandyaka dengan
cara halus. Disuruhlah sandyaka, untuk
menembangkan tembang Misa Gagang, kalau tidak mampu menembangkan tembang itu, Baginda
Raja akan membakar sandyaka hidup-hidup. Mendengar titah
Raja seperti itu, sandyaka meminta waktu
3 hari untuk belajar tembang Misa Gagang. Dengan usaha dan kerja keras,
akhirnya sandyaka berhasil
menembangkan tembang Misa Gagang. Baginda Raja menjadi sangat benci dan kesal
akan kepintaran sandyaka, kemudian lagi
melakukan siasat untuk membunuh sandyaka,
namun selalu gagal. Setelah mengetahui siasat dan akal licik Baginda Raja untuk
membunuh dirinya, akhirnya sandyaka pergi
dari kerajaan Kali.
Saat kepergian sandyaka, Baginda Raja menjadi sangat marah, karena merasa terhina,
sehingga menyuruh prajurit beserta patih kerajaan untuk mencari sandyaka di pelosok negeri. Segala cara
telah dilakukan Baginda Raja untuk mencari sandyaka,
tetapi belum berhasil untuk menemukannya. Baginda Raja menjadi sangat kesal, kemudian
menyuruh prajurit untuk menyerbu seluruh tempat yang disinggahi sandyaka, tetap belum ditemukan. Setelah
beberapa hari bersembunyi dari kejaran prajurit kerajaan, sandyaka pergi kehutan dan tiba disungai Patirtan di desa
Mandrawati. Kemudian, sandyaka
bertemu dengan tukang bangunan yang memiliki seorang putri cantik bernama Dyah Sukaranti.
Setelah lama tinggal di desa Mandarawati, ternyata sandyaka jatuh hati kepada putri tukang bangunan. Setelah itu, sandyaka melamar Dyah Sukaranti untuk
dijadikan istri.
Baginda Raja yang mendengar berita
tentang pernikahan pemuda tampan dengan gadis cantik dari desa Mandarawati,
langsung menyuruh patih Legapati untuk meminang gadis tersebut. Setelah Dyah
Sukaranti di bawa oleh patih Legapati ke istana kerajaan Kali, tesirat
kesedihan sandyaka, tukang bangungan
dan istrinya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Sesampainya di istana, Dyah
Sukaranti dihadapkan kepada Baginda Raja, setelah itu langsung masuk ruangan
pengantin. Kemudian langsung mencium dan memeluk, baru hendak menitihkan, tercium bau tidak
sedap yang keluar dari badan Dyah Sukaranti. Setelah itu, memanggil dan meminta
patih Legapati, agar Dyah Sukaranti segera dipulangkan. Sesampainya Dyah
Sukaranti di desa Mandarawati, sandyaka langsung
melalukan upacara pernikahan yang sesuai dengan adat istiadat.
Baginda Raja yang mendengar tentang
pernikahan sandyaka dengan Dyah Sukaranti,
menjadi sangat marah karena telah dibodohi. Kemudian Baginda Raja, patih
Lepapati dan prajurit kerajaan menyerbu kediaman sandyaka di desa Mandarawati.
Sandyaka langsung menuju hutan bersama istri, dan menyiapkan diri untuk
menghadapi serangan Baginda Raja. Dibuatkan boneka penakut, berjumlah dua ratus
banyaknya, kemudian pasukan kerajaan menyerang, tetapi musuh tidak bergerak
sama sekali walaupun sudah di hujani peluru. Setelah itu, pasukan kerajaan
mundur karena ketakutan, Baginda Raja dan patih Lepati pun lari terbirit-birit.
Akhirnya hati sandyaka dan Dyah
Sukaranti sangat senang, atas kemunduran musuh, kemudian memutuskan untuk tinggal
di hutan, melakukan pertapaan.
Pidarta Bahasa Bali
Pidarta Bahasa Bali
Inggih Punika Bebaosan daging pikayunan sane kawedar ring ajeng anak
sareng akeh mangda napi sane kawedar punika prasida karesepang tur
kalaksanayang.
Wangun Pidarta (kerangka
pidato)/ struktur pidato :
1.
Pemahbah (pembukaan)/Purwaka
2.
Pangastuti (Om Swastyastu)
3.
Pangayubagia majeng ring Ida Sang Hyang Wdihi
4.
Pasinahan angga (Perkenalan Diri)
Daging Pidarta (isi Pidarta)
1.
Tema Mangda anut ring kawentenan Judul
2.
Tujuan Pidarta/tujuan permasalan/tema
Pamuput
1.
Pacutetan daging bebaosan
2.
Matur suksma ring pamiarsa
3.
Nunas Pangampura
4.
Parama Santih
Tetikesan Mapidarta
1.
Wicara inggih punika ngeninin indik topik utawi tema pidarta
2.
Wiraga inggih punika bahasa tubuh sang sane maktayang pidarta
3.
Wirama inggih punika tata suara sane mapaiketan ring suara miwah
intonasi
4.
Wirasa inggih punika penghayatan ritatkala maktayang pidarta
5.
Wesata inggih punika nyobiahang pidarta antuk pikayunan sane manut
wiraga
Panureksan Mapidarta
1.
Pengelolaan Tema
Murdan Pidarta miwah
daging mangda anut ring tema sane kaicen antuk lembaga sane ngwentenang lomba
2.
Bahasa
Sane katureksa minakadi
suara (vokal), pelafalan, miwah anggah ungguhing bahasa Bali.
3.
Penguasaan Materi
Duaning sang mapidarta
pacang nenten nganggen teks yening wenten nenten lancar pacang ngirangin nilai
4.
Amanat
Amanat sane katureksa
manut tema utawi topik sane kabaosang
5.
Penampilan
Sane katureksa inggih
punika wiraga utawi bahasa tubuh sang pamidarta mangda manut ring napi sane
kabaosang
Luir Bebaosan Mapidarta
1.
Pidarta (pidato)
Dagingnyane umum nenten
ngeninin indik ajahan agama. Umpami : pidarta pamilet lomba ring pakraman
(indik Narkoba)
2.
Dharma Wacana
Dagingnyane indik ajahan
agama. Umpami: Bebaosan Ida Pedanda Made Gunung ring Bali TV
3.
Sambrama Wacana
Pinaka Penyanggra
sajeroning acara pakraman. Umpami : Penyanggra Kelian Banjar Dinas ring Ulang tahun
Seka Teruna
4.
Atur Piuning
Nguningayang Kawentenan
karya sane kalaksanayang. Umpami : Atur piuning Manggala Karya ulang Tahun.
Istilah
Sane Mapaiketan ring Pidarta Bahasa Bali
1.
Dharma Tula = Pabligbagan umum (diskusi)
2.
Widaya Tula = Pabligbagan saindik indik daging kaweruhan
3.
Dharma Suaka = Bebaosan ngaptiang kapiolasan
4.
Sima krama = Patemon madharmasuaka
5.
Saur pitaken = Tanya jawab
Wenten makudang-kudang
tatacara, sajeroning ngwader pidarta, makadi:
1.
Mapidarta dadakan (tutur), inggih punika pidarta sane kawedar
nenten nganggen teks. Umpami ri kala kajudi mapaica piteket-piteket ring sang
mawiwaha.
2.
Mapidarta ngwacen teks (sasuratan), inggih punika mapidarta
nganggen teks sane sampun kasayagayang. Puniki ketah kabaktayang olih para
pejabat ring acara-acara resmi.
3.
Mapidarta ngapalang teks, inggih punika pidarta sane kawedar antuk
basa tutur(lisan), umpami ri kala para siswane ngamiletin lomba mapidarta.
4.
Mapidarta nganggen ringkesan (Arda Tutur), inggih punika tata
mapidarta semi lisan, makta ringkesan (skema) utawi unteng-unteng
bebaosan, sane klaimbakang antuk basa tutur (Lisan) . Umpami bebaosan
pangenter acara utawi ugrawakya.
Langganan:
Postingan (Atom)